Part 1
Malam ini seperti malam-malam
sebelumnya, sebelum dipanggil pulang kami berdua masi setia duduk di atas
genteng rumahku. Kebiasaan ini sudah berlangsung sangat lama sampai kami sulit
untuk meninggalkannya bahkan setelah kami sebesar sekarang ini. Yang kumaksud
kami adalah “Aku dan Sahabatku”.
“tumben
nyokap ga rewel nelfonin lu suruh pulang” komentarku sambil melihat kearah
Bintang. Iya Bintang Beniawan Syahputra adalah sahabatku sejak kecil sampai
sekarang dan seterusnya tentunya.
“gue udah bilang tadi mau semedi
mah, jangan di ganggu” jawabnya sambil terus menatap langit. Malam ini bintang
bintang tidak sebanyak sebelumnya biasanya malam kami lebih berwarna, tapi ini
terlihat sepi. Mungkin karena awan mendung dari sore hari tadi.
“Bul, besok lu ga ada kuliah pagi
tah?” tanya nya. Bintang memanggilku “Bul” karena namaku adalah Rembulan
Hastari. Aku sudah berulang kali bilang kepadanya jangan panggil aku dengan
sebutan “BUL” karena itu terkesan membuatku terdefinisi gembul, gendut dan
kawan kawannya! Tapi sampe mulut berbusa juga ga akan di dengerin.
“ada..”
jawabku menghela nafas. Tanda aku lelah dengan jadwal pagi. Sungguh rasanya aku
ingin menghapuskan setiap matakuliah pagi. Rasanya seperti aku kembali
bersekolah. Padahal bayanganku menjadi anak kuliah itu : bangun siang, ketemu
senior ganteng, jalan-jalan, ga repot di atur-atur lagi. Tapi nyatanya ????
Zonk !!! kuliah gak seindah di ftv ftv gais.
“sekarang jam berapa geh?” tanyaku
sambil menarik tangan Bintang dan melihat arloji di tangannya, ternyata sudah
pukul 22:30. Tidak terasa sudah 1 jam kami disini sambil ngobrol. Aku
menyandarkan kepalaku di bahu Bintang. Bahu Bintang selalu jadi tempat
favoritku. Mungkin karena bahu nya lebar (maklum dia perenang level profesional
kawan). Kalian harus tau bahu perenang adalah piihan tepat untuk bersandar.
“lo kebiasaan banget sih” gerutunya
begitu melihat aku menyandarkan kepalaku di bahu nya. Sementara aku hanya
nyengir-nyengir tanpa dosa. Walau dia menggerutu dia tidak pernah menolak sikap
ku ini. Dengan kata lain dia baik hahaha ! ga nyambung banget prasaan.
“Bin,
kalo si Tania liat gue nyender gini dia pasti ngambek” ucapku. Tania itu
pacarnya Bintang. Dari semua pacarnya Bintang, yang ini yang paling awet.
Hampir 1,5 tahun kalau tidak salah mereka berpacaran. Tania juga paling
romantis, dia selalu ngajak Bintang ngerayain aniv 1 bulan pacaran mereka,
walau beli kado nya juga tetep di temenin aku hahaha.
“kalo udah tau kenapa masi nyender?”
tanyanya heran “ bukannya bangun, malah di terusin” jawabnya masih dengan nada
menggerutu.
“abis
bahu lo itu bener-bener tempat ternyaman untuk bersandar. Wihhhh, tersanjung
gak lo gue ngomong begini?” tanyaku sambil tertawa
“enggak tuh ! mau ngomong gimana
juga gue ga akan tersanjung. Sama Arman juga lo pasti ngomong begitu” jawabnya
datar. Arman yang disebut Bintang itu “Arman Hendrawan” dan dia adalah pacarku.
Kami sudah berpacaran hampir 1 tahun lah ya, masih lebih lama Bintang dengan
Tania pastinya. Aku suka memanggil Arman dengan panggilan singkat ‘ar’ dan dia
gak suka dengan panggilanku itu awalnya, hampir tiap hari dia mendadak bisu
tiap dekat denganku. Tapi lucunya kami malah selalu sering bertemu dan satu
kelompok di beberapa mata kuliah pilihan. Mungkin semesta pun mendukung
hubungan kami haha.
“gue ga pernah nyender di bahu Arman
tau Bin” jawabku cemberut, aku memang tidak pernah nyender di bahu Arman. Abis
gimana, aku canggung lah kalo harus tiba-tiba nyender. Arman pegang tanganku
aja kadang aku kaget. Kalo Bintang kan beda, dia sahabat, jadi aku tidak merasa
risih sama sekali.
“masa iya lo ga pernah nyender di
bahu pacar sendiri?” tanyanya tak percaya sambil melihatku
“serius
inimah, gue canggung kalo mau tiba-tiba nyender mah. Kalo lo kan beda” jawabku
sambil menengadah melihat wajah Bintang. Wah, jarak wajah kami terlalu dekat.
Aku bisa melihat Bintang benar-benar sudah dewasa sekarang. Ada beberapa
jerawat kecil yang muncul di wajahnya, kumis tipis di wajahnya dan hidungnya
yang mancung.
“iya canggung sama Arman tapi bikin
pegel bahu gue” katanya sambil menangkup wajahku dengan tangannya.
“ish
! kebiasaan banget sih” gerutuku sambil menarik tangannya. Aku melihat kuku
tangan Bintang yang panjang-panjang melebihi kuku tanganku “ya ampun lelaki
tapi kuku nya panjang amat sih” komentarku sambil memegang tangannya.
“bul, mendingan lo bangun geh, kalo
ada yang liat inimah dikira kita lagi pacaran” ucap Bintang.
Aku
berfikir sejenak lalu tertawa “ memangnya kalo pacaran kaya gini ya?” tanyaku
masih dengan tawa yang tersisa “ohhh, lo sama Tania kalo pacaran kaya gini ya?”
tanyaku lagi sambil menggodanya
“ya lo mikir aja, nyender di bahu,
megang tangan gue, apa gak kaya orang pacaran” jawabnya kesal
“jadi
kita pacaran?” tanyaku sok polos
“iya
pacaran, kalo posisi lo begini terus” jawabnya kesal
Aku
bangun dari sandaran nyamanku, ah padahal tadi lagi posisi pewe sekali. Aku
memutar tubuhku berhadapan dengan Bintang.
“serius
kita pacaran?” tanyaku lagi, lalu sedetik kemudian aku memeluk tubuh Bintang
“okeh pacar” ucapku sambil nyengir memeluk tubuhnya. Sepertinya Bintang cukup
kaget dengan pelukanku, terbukti dia sekarang terdiam dan tidak bergerak. Aku
bisa mendengar suara degup jantungnya yang cepat dan harum tubunya yang lekat.
“bin...” panggilku pelan
“hem..”
jawabnya pelan juga
“lo ga kena serangan jantung karena
gue peluk kan?” tanyaku serius
“yee!
Anak satu ini kalo di bercandain makin lanjut stresnya, bangun cepet bangun”
sahutnya sambil melepaskan pelukanku. Orang ditanya serius kok malah ngatain
aku stres. Gak sopan banget cowo satu ini.
“ya abis jantung lo tadi cepet
banget berdetaknya, jadi gue pikir lo udah pingsan di tempat” ucapku kesal.
Bisa-bisanya aku dibilang stres. Tapi sepertinya aku memang stres sudah memeluk
cowo aneh seperti Bintang yang ga ada romantis romantisnya sama sekali. Ah aku
sungguh menyesal memeluk Bintang, padahal itukan pelukan pertama ku.
“lo kalo di bercandain sama orang
lain kaya tadi, langsung main peluk juga tah?” tanyanya tak menyangka. Aku
mendengar nada marah di ucapannya. Kenapa dia marah sih? Apa dia marah karena
aku memeluknya? Atau karena aku melewati privasi ? ya ampun kita kan udah
temenan lama banget, masa iya dipeluk aja marah. Lagian kan yang meluk aku, aku
loh, cewe ! kenapa dia sebagai cowo yang jadi marah? Ah aku mulai tersakiti
dengan nada bicaranya
“ya kenapa lo jadi marah sih?”
tanyaku sewot juga
“gue
tuh gak marah, tapi...” belum selesai Bintang bicara aku sudah tidak ingin
mendengar apa yang akan dia katakan. Mood ku sudah rusak.
“bodo lah, gue mau tidur !” ucapku sambil
bangkit dan pergi meninggalkan Bintang yang memanggil-manggil namaku pelan.
Jam masih menunjukkan pukul 07:15
tapi aku sudah siap berangkat ke kampus. Hari ini ujian, dan kalian tau lah apa
yang terjadi disaat ujian. Anak malas sekalipun akan menjadi rajin disaat hati
ujian. Tujuannya tidak lain dan tidak bukan adalah untuk mencari posisi
strategis saat ujian. Yah aku sih bukan berarti tidak percaya diri dengan
kemampuanku mengerjakan soal, tapi tetap saja aku tidak mau kebagian duduk di
belakang.
“kuliah
pagi ya kak?” tanya mamah membawakanku susu coklat hangat. Aku yang sedang
makan roti tersenyum kepada mamah. “thank you” ucapku menyambut susu coklat favoritku
“hari ini ujian mah” jawabku setelah
menyeruput susu coklat hangat yang sungguh nikmat. Aku benar-benar ingin
memberikan penghargaan kepada siapapun yang sudah menemukan susu coklat.
Rasanya walau aku terdampar di tengah pulau asal ada susu coklat aku tidak
masalah (lebay haha) tapi aku serius, aku sungguh sungguh menyukai susu coklat.
“mau di anter gak kak?” tanya mamah.
Biasanya aku nebeng papah atau nebeng Bintang untuk kuliah. Tapi pagi ini Papah
sudah pergi lebih dulu dan aku tidak mood untuk nebeng Bintang karena insiden
tadi malam. Walau sudah 21 tahun, aku masih belum diberi izin bawa mobil
sendiri. Menyedihkan sekali bukan !
“kakak di jemput Arman mah” jawabku
sambil tersenyum. Mamah kenal Arman, Arman juga sudah beberapa kali main kesini
jadi mamah dan papah cukup kenal Arman. Oh iya, aku punya seorang adik
laki-laki yang sekarang kelas 3 SMA. Oleh karena itu aku dipanggil kakak.
“ting..
tong’’ bunyi bel terdengar dari luar “assalamualaikum..” ucap seorang laki-laki
dari luar pintu rumah. Aku langsung tau begitu mendengar suaranya, itu pasti
Arman.
“aku buka pintu dulu mah, itu pasti
Arman” ucapku sambil bangkit ddari tempat dudukku. Dan saat aku membuka pintu
benar saja Arman sudah berdiri rapih sambil tersenyum.
“morning sunshine” sapanya sambil
tersenyum
“morning..”
jawabku sambil membalas senyumnya “maaf ya ngerepotin kamu buat nganter aku jam
segini,” ucapku tak enak hati, aku tau dia hari ini tidak ada kuliah, tetapi
hari liburnya malah aku ganggu dengan memaksa dia untuk datang kesini pagi
hari. “udah sarapan belum?” tanyaku
“Man, masuk dulu yuk, sarapan dulu
di dalem” ajak mamah muncul di antara kami berdua. Begitu melihat mamah, Arman
langsung bersaliman dengan mamah.
“saya
udah sarapan kok Tante, mau langsung aja takut Bulan nya telat” jawabnya kalem.
Duh pacarku satu ini memang manis banget.
“serius udah sarapan?” tanyaku
curiga. Kan tidak lucu jika setelah mengantarku si Arman dilarikan ke rumah
sakit karena belum sarapan.
“beneran,
aku udah belu uduk tadi Ay” jawabnya serius “eh.. lan maksud saya tante”
ralatnya lagi salah tingkah. Aku tertawa, si Arman pasti antara malu dan tidak
enak sudah memanggilku dengan sebutan “ay” didepan mamah. Sementara mamah hanya
tersenyum maklum
“yaudah aku ambil tas sebentar”
ucapku lalu berjalan kembali ke ruang makan dan buru-buru kembali kedepan. Aku
berpamitan dengan mamah begitu pula Arman. Sebelum aku pergi dengan Arman aku
melihat Bintang yang baru pulang joging melirik ke arah kami. Rumah aku dan
bintang sebelahan jadi halaman rumahku juga sudah pasti sebelahan dengan
halaman rumahnya.
“kalian lagi berantem?” tanya Arman
melihat Bintang yang sedang melirik kami
“engga
tuh, dia nya aja yang aneh” jawabku sebal sambil masuk ke dalam mobil
meninggalkan Bintang yang masi berdiri di posisi yang sama. Aku mendengar Arman
menyapa Bintang dan mereka mengobrol sekadar basa-basi.
“sayang buruan, katanya takut aku
telat” komentarku sebal sambil membuka kaca jendela mobilnya. Aku tidak mau
lama-lama melihat Bintang pagi ini.
“gue duluan tang, tuan putri takut
telat ini” komentar Arman lalu berlalu dan memasuki mobil.
Ulangan
berjalan aman, dua mata kuliah juga berjalan lancar. Sekarang aku sedang makan
di kantin bersama beberapa teman sekelasku. Sudah 2 minggu aku puasa bakso,
niatnya sih biar diet. Aku diet bukan karena gendut ya, gini-gini badanku
termasuk bagus loh. Aku diet karena aku mau membuat badanku se ramping Yoona
Lim. Kalian tau Yoona kan? Anggota idol SNSD, aku sungguh menyukainya. Dia
benar-benar seperti barbie. Rasanya jika aku punya badan sebagus Yoona, ABS
seperti Krystal f(x) dan wajah secantik Suzy Miss A, oppa korea manapun sanggup
aku luluhkan hatinya haha. Tapi nyatanya aku lebih cinta Bakso dibanding badan
ramping nan sexy macam Yoona, Krystal dan Suzy.
Saat aku sedang asik memakan bakso
yang baru saja tiba setelah sekian lama kami pesan. Makanku diganggu oleh
seseorang yang menghampiriku.
“lan,
liat Bintang gak sih?” tanyanya yang ternyata orang itu adalah Tania pacarnya
Bintang. Dia yang pacarnnya kok malah nanya Bintang sama aku.
“liat sih tadi pagi dia abis joging,
setelah itu gue ga liat lagi. Emangnya dia ga bisa dihubungin?” tanyaku padanya
“gak bisa, dia tadi bilang mau
jemput gue tapi ini udah 30 menit gue tunggu dia ga nongol-nongol” jawab Tania
kesal. Lagian si Bintang ada-ada aja deh, udah janji mau jemout bukanya di
tepatin malah ga muncul.
“kayanya dia ketiduran deh” jawabku
sambil mengira-ngira “ kalo gak salah dia hari ini ga ada kuliah Tan, kalo gak
salah tapi ya, kalo salah maaf” ucapku nyengir. Tania sedikit tertawa lalu dia
mengehla nafas.
“yaudah
gue balik aja deh kalo gitu, gue titip ini buat Bintang ya Lan” ucap Tania
akhirnya. Tania menyodorka sebuah bingkisan yang terbungkus kertas kado, yang
isinya entah apa aku juga tidak tau. Aku kan lagi marah dengan Bintang, trus
gimana caranya aku ngasih bingkisan ini ke dia? Kalo aku tolak kesian Tania nya
juga. Yaudah lah urusan nanti ngasih mah.
“iya nanti gue kasih” jawabku
akhirnya, sambil mengambil bingkisan tersebut.
“thanks
ya Lan” ucap Tania lalu pergi. Ah bakso ku jadi kurang menggoda deh kalo udah
di ganggu. Kalo gak di makan juga sayang. Mau makan bakso enak kok ada aja
halangannya.
“yang pacar Bintang itu lo apa Tania
sih?” tanya Erin heran sambil sedikit tertawa.
“gue
juga tadi mikir gitu” sahut nadia membetulkan pertanyaan Erin. Sementara aku
hanya menggeleng bingung. “kenapa gitu?” tanyaku tak mengerti.
“ya aneh aja, masa pacar nanya
pacarnya ke cewe lain” jawab Salma
“nah,
Salma aja nyambung” ucap Nadia dan dilanjutkan dengan acungan jempol dari Erin.
“heh,
gue ini bukan cewe lain. Gue sahabat nya Bintang, ya wajar lah Tania nanya sama
gue, lagian rumah kita berdua kan sampingan, jadi wajar dia nanya gue liat
Bintang atau engga. Kalian aja yang aneh” jawabku membela diri. Selama ini juga
seperti ini kok, mantan pacarnya Bintang pasti bertanya soal Bintang ke aku. Dan aku biasa saja dengan semua itu,
tidak pernah menganggap aneh ataupun risih.
“ya mari kita anggeo aja ini normal
wankawan, karena kalo diterusin ga bakal kelar sampe besok juga” sahut Erin
sambil memakan siomay nya. “trus lu balik sama siapa geh?” tanya Erin kepadaku
“dijemput sama adek gue” jawabku
“adek
lo yang SMA itu?” tanya Nadia semangat. Kenapa jadi mereka yang semangat? Aku
curiga jangan-jangan selama ini mereka main ke rumah bukan mau ketemu aku
melainkan ketemu Reihan adikku satu-satunya.
“ya iylah adek gue yang cowo, lo
pikir yang mana lagi?” tanyaku heran “ kenapa kalian yang jadi semangat?”
tanyaku curiga. Belum sempat mereka menjawab pertanyaanku, sebuah motor ninja
berwarna merah berhenti di depan kantin, dekat dengan tempat dudukku. Kami duduk
di paling pinggir kantin jadi dekat dengan jalanan luar kantin. Aku yakin
sekali itu adalah adikku. Dia masih mengenakan celana pendek satu stel dengan
baju yukensi khas seragam basket. Dia memang anak basket baik di sekolah maupun
di dekat rumah. Tapi sepertinya dia baru selesai bermain basket di GOR dekat
kampus. Walau bukan mahasiswa, jika dia
sedang tidak memakai seragam SMA orang-orang tidak akan curiga bahwa dia anak
SMA. Karena badannya yang tinggi. Selain tinggi adikku ini juga cukup tampan, itu
terbukti saat dia membuka helm tidak sedikit yang berbisik mengomentari adikku.
Karena dia sering kusuruh untuk
menjemput ku di kampus, dia jadi hafal seluk beluk kampusku. Kadang dia malah
masuk gedung fakultas ku seakan itu gedungnya sendiri. Untuk apa lagi dia
begitu kalau bukan untuk tebar pesona. Dasar cowo sadar pesona.
“kak
buruan” panggil adikku dari atas motor. Dasar tidak sopan ! bukannya turun,
malah manggil dari atas motor.
“sabar, gue bayar dulu” jawabku. Aku
mengeluarkan dompet dan menaruh beberapa lembar uang di atas meja. “gue titip
bayarin ya, bakso 1 sama es campur 1” ucapku pada Salma yang duduk di
sampingku.
“reihan dari latihan ya?” tanya
Nadia tersenyum kepada adikku
“reihan
gak mau makan bakso dulu?” tanya Erin kemudian. Dasar sahabat-sahabat gak tau
malu, udah sering liat adek gue masih aja di godain.
“heh
! jangan gatel sama berondong” ucapku sambil memukul pelan Erin dan Nadia
dengan dompet yang kupegang.
“kenapa sih ! sirik aja” ucap Nadia
menggerutu lalu tersenyum kembali kepada Reihan. Hah, yang benar saja. Untuk
apa aku sirik dengan adikku sendiri. Memang anak satu ini harus cepat-cepat
dibawa pulang. Aku buru-buru bangkit dari tempat duduk dan menghampiri Reihan.
Aku mengambil helm yang Reihan sodorkan kepadaku.
“ayo jalan” ajakku setelah naik ke atas
motor.
“reihan
gak mau minum aqua dulu?” tanya Nadia pantang menyerah. Aku melihat Reihan
membuka kaca helm nya. “next time ya kak, minum jus lebih asik” jawab adikku
meladeni tawaran Nadia. Wuah, anak dua ini cocok kalo di jadiin satu. Biasanya
Reihan cuek loh, apa anak satu ini lagi berantem sama pacarnya makanya ngeladenin
tawaran gak waras Nadia.
Nadia tertawa girang “bener ya Reihan,
ditunggu loh ucapannya” ucap Nadia lagi. Aku menggeleng tak percaya “dasar
anak-anak gak waras” komentarku tak percaya. “cepet jalan” ucapku pada Reihan
meninggalkan Nadia yang masih heboh dengan sautan Reihan barusan.
